Hagar, Menemukan Tuhan di Titik Nadir

kisahmuallaf.com – “Hai orang musyrik apakah kamu merasa lebih beruntung ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9.

Bunyi Surah Az-Zumar ayat 9 itu menyentuh sanubari Hagar. Ia tiada henti memikirkannya. “Aku bergumam dalam hati, yang harus kulakukan agar mengerti hakikat hidup ini adalah mencari pengetahuan,” tuturnya.

Pengetahuan itu, dalam pemahaman Hagar, dapat diperoleh melalui membaca buku, mempelajari filosofi dan pikiran. Tapi nyatanya, pengetahuan yang dimaksud belum membawa dirinya menemukan makna kehidupan.

Hagar merasa frustasi dengan kondisi yang dialaminya, hingga pada akhirnya ia mengalami depresi. Selama depresi, ia tidak percaya kepada Tuhan. Ia mungkin penganut Protestan. Tapi apa yang ia dengar dan percaya adalah omong kosong.

Kitab perjanjian baru atau lama tidak membuatnya tersenyum. Ia sadar, Alkitab telah meninggalkannya dalam keadaan hampa dan kering. “Dapat aku simpulkan, bahwa dunia dalam penggambaran Alkitab sungguh tidak adil. Kata-kata Alkitab sangat baik, tapi tidak lebih dari ucapan manusia,” kata dia.

Hagar melihat agama tidak lebih dari cara menjaga kaum miskin dan orang tertindas yang dipaksa tenang, puas, dan tunduk seperti ternak. Pikirnya, itu benar-benar candu kehidupan.

Dalam bayangannya, jika Tuhan ada, ia tampak sinis dan tidak adil. “Melihat hal ini, aku tidak akan membuat kesepakatan dengan orang-orang tidak adil. Begitu pula, aku tidak akan membuat kesepakatan dengan Tuhan yang tidak adil,” ancamnya.

Semenjak itu, Hagar tidak pernah lagi berharap dengan keberadaan Tuhan. Ia hanya menginginkan hidup seperti yang dijalani orang lain seperti bekerja, tiba di rumah, menonton TV dan membaca buku karya Sidney Sheldon.

Dengan jujur, Hagar menyadari dirinya masih kesal dengan ketidakadilan yang terjadi. Ia mulai berhenti melihat kemungkinan ide di balik segala penciptaan. Dengan putus asa, ia jadikan makna penciptaan tak lebih dari sebuah konsep kehidupan yang tercetus begitu saja atau spontanitas.

Merasakan ketidakadilan, membuat rasa simpati dalam dirinya kepada kalangan minoritas kian tinggi. Ia memutuskan membela minoritas.
Kebetulan, pihak yang ia bela adalah Muslim Brazil. “Aku belum pernah mendengar tentang Islam. Tapi aku ingin tahu sebenarnya siapa di balik sosok yang selalu dilabeli publik sebagai teroris,” ungkapnya.

Untuk mempelajari Islam, Hagar harus berhubungan langsung dengan Muslim. Di Brazil, sulit sekali menemukan komunitas muslim. Tak kehilangan akal, ia cari informasi lewat internet.

Di internet, ia terlibat obrolan dengan teman chatting. Oleh temannya itu, ia ditunjukkan sebuah situs di mana ia dapat membaca Al-Quran. “Aku coba baca, namun secara acak,” ujarnya.

Satu surah yang ia baca, berjudul “Hari Pembalasan”. Dalam dialog dengan temannya itu, Hagar mengatakan kata-kata hukuman tidak akan memengaruhinya sama sekali.
Alih-alih, ia coba mencari kata-kata harapan dan optimisme. “Saat itu, aku ingat setiap malam keinginanku tak berubah. Aku tidak menginginkan mataku terbuka lagi. Keesokan harinya mataku terbuka lagi,” kenangnya.

Tak tahan dengan situasi itu, ia memutuskan bermigrasi ke Jerman. Di Jerman, rasa putus asa itu tak juga hilang. Spontan, ia ambil wudhu, lalu sujud seperti Muslim yang pernah ia lihat tengah shalat. “Tuhanku, jika Engkau nyata, lepaskan aku dari situasi ini. Tunjukanlah jalan!”

“Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Aku merasakan kedamaian yang begitu besar di hati,” kenang Hagar.

Kepada temannya yang Muslim, ia meminta literatur tentang Islam. Satu literatur yang diberikan adalah Al-Quran. Ia membaca Al-Quran, dan menemukan:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. 51: 56)

“Dan Kami tidak mengutus Rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan kami jadikan sebahagian kamu cobaan bagi sebahagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan adalah Tuhanmu Maha Melihat.” (QS. 25: 20).

“Untuk beberapa saat hidup tak berubah. Tapi kini, aku tahu bahwa dia adalah Tuhan, dan aku adalah hambanya. Aku Bersyukur atas hidayah yang Ia berikan padaku,” kata Hagar penuh syukur.

sumber : 

Posted by Unknown on 20.23. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0

0 komentar for Hagar, Menemukan Tuhan di Titik Nadir

Leave comment

free counters

dailyvid

Galery Ramadhan

2010 Media Islam. All Rights Reserved. - Oprek by Batak medan